SURAT GEMBALA
Hari Migran dan Pengungsi Sedunia 2024
“Tuhan Berjalan Bersama Umat-Nya”
(Disampaikan sebagai pengganti khotbah, pada
Perayaan Ekaristi Hari Sabtu/Minggu, 28/29 Sept 2024)
Para Ibu dan Bapak
Suster, Bruder, Frater, Romo
Kaum Muda, Remaja dan Anak-anak yang terkasih dalam Kristus
- Pada tanggal 29 September 2024 ini kita merayakan Hari Migran dan Pengungsi Sedunia ke-110 dengan tema “Tuhan Berjalan Bersama Umat-Nya”. Gereja merayakannya sejak tahun 2014. Kita diajak untuk mengarahkan doa dan perhatian kita kepada saudari-saudara kita para migran dan pengungsi dalam perjalanan mereka yang selalu penuh tantangan. Tema ini mengingatkan kita akan panggilan seluruh warga Gereja: menemani setiap langkah pengembaraan saudari-saudara kita ini dan menyampaikan pesan bahwa Tuhan selalu hadir, menemani dan membimbing mereka.
- Kita melihat perjalanan para migran dan pengungsi zaman ini bagaikan perjalanan Umat Allah menuju Tanah Terjanji. Seperti Umat Allah pada zaman Musa, para migran dan pengungsi ini melarikan diri dari berbagai macam penindasan, kekerasan, pelecehan, ketidakamanan, diskriminasi, dan kurangnya kesempatan untuk berkembang sebagai manusia yang bermartabat. Pengalaman kehausan, kelaparan, kelelahan, penyakit dan penolakan membuat mereka dapat merasa putus asa dan kehilangan iman.
- Namun di tengah-tengah penderitaan dan tantangan yang dihadapi oleh umat Allah Perjanjian Lama, senantiasa ada jaminan bahwa Allah mendahului dan menyertai umat-Nya. Kehadiran dan bimbingan Allah di tengah-tengah umat yang sedang mengembara itu nyata. “Tuhan, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau” (Ul. 31:6). Bagi Umat Allah yang keluar dari Mesir, kehadiran dan penyertaan Allah ini terwujud dalam berbagai bentuk: tiang awan dan api yang menunjukkan dan menerangi jalan (bdk Kel 13:21), turunnya manna dan air sebagai pemberian Allah kepada umat yang lapar dan haus (bdk Kel 16-17), ular tembaga yang menjamin perlindungan ilahi (bdk Bil 21:8-9), dan kemah pertemuan yang melindungi tabut perjanjian. Dalam tradisi biblis, kemah adalah tempat tinggal yang disukai Allah. Selama pemerintahan Daud, Tuhan memilih untuk tinggal di kemah, bukan di Bait Suci, sehingga Ia dapat berjalan bersama umat-Nya, "Aku tidak pernah diam dalam rumah sejak Aku menuntun orang Israel keluar sampai hari ini, tetapi Aku mengembara dari kemah ke kemah" (1 Taw 17:5).
- Allah tidak hanya berjalan bersama umat-Nya, bahkan Ia mengidentifikasikan diri-Nya dengan orang yang sedang dalam peziarahan di dunia ini, khususnya dengan saudari-saudara kita yang paling kecil, miskin dan terpinggirkan. Inkarnasi, Allah yang menjelma menjadi manusia dan tinggal bersama dengan manusia lemah merupakan wujud nyata kepedulian dan belarasa Allah kepada manusia yang masih berada dalam perjalanan pengungsian di dunia ini. Yesus Kristus, Allah yang menjelma menjadi manusia, menemani dan membimbing manusia agar dapat berjalan menuju tanah yang telah dijanjikan, kediaman abadi di sorga.
- Sementara itu, Rasul Yakobus melalui suratnya yang dibacakan pada hari ini (Yak 5:1- 6), mengingatkan kita untuk mencari kekayaan yang tidak bisa membusuk, pakaian yang tidak dapat dimakan ngengat, emas dan perak yang tidak bisa berkarat. Kesediaan untuk berbela rasa, berbuat baik dan berbuat adil kepada sesama, terlebih kepada saudari-saudara kita yang dilupakan adalah kekayaan yang tak ternilai harganya. Sementara menurut Injil hari ini (Mrk 9:38-43.45.47-48), Tuhan Yesus mengingatkan kita semua untuk tidak mengucilkan siapapun yang berbuat baik bagi sesama’ “Sesungguhnya, barangsiapa memberi kamu minum secangkir air oleh karena kamu adalah pengikut Kristus, ia tidak akan kehilangan ganjarannya” (Mrk 9: 41).
Saudari-saudaraku yang terkasih,
- Inspirasi dari Kitab Suci ini mengundang kita untuk memberi perhatian dan bahkan sejauh mungkin untuk melibatkan diri dalam membantu saudari-saudara kita para migran dan pengungsi itu. Perhatian dan keterlibatan itu hanya mungkin kalau kita memahami maknanya dan konteks tempat kita melibatkan diri. Peringatan Hari Migran dan Pengungsi Sedunia ini memiliki dua makna :
Pertama, peringatan ini menyadarkan kita tentang perjalanan hidup kita sendiri, yang sering kali terasa sebagai orang asing dalam berbagai bentuk, baik secara fisik, mental, maupun spiritual. Dalam situasi ini, kita sangat membutuhkan kebaikan dan belas kasih Allah sendiri dalam wujud belas kasih dari sesama.
Kedua, peringatan ini juga adalah seruan untuk bertindak. Saudari-saudara kita migran dan pengungsi yang tinggal sementara di sekitar kita ini memerlukan dukungan nyata. Seperti Tuhan yang tidak meninggalkan umat-Nya di padang gurun, kita juga dipanggil untuk tidak meninggalkan saudari-saudara kita yang berada dalam situasi yang sulit dan penuh tantangan. Dengan kata lain, kita diundang untuk merenungkan bagaimana kasih Allah yang tak terhingga juga mengalir melalui tindakan kebaikan dan belarasa yang kita tunjukkan kepada saudari-saudara kita para migran dan pengungsi.
Saudari-saudaraku yang terkasih,
- Indonesia adalah negara transit bagi para migran dan pengungsi yang melarikan diri dari negara asal mereka karena alasan mencari keselamatan. Menurut data UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees – Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi), jumlah pengungsi luar negeri yang ada di Indonesia per akhir 2023 sebesar 12.295 orang (https://www.unhcr.org/id/). Ini tidak termasuk jumlah imigran paksa dan pencari suaka yang belum atau tidak mendapatkan status pengungsi. Dalam hal perlindungan para pengungsi, Pemerintah Indonesia belum meratifikasi Konvensi Geneva 1951 tentang “Perlindungan Pengungsi”, maka para pengungsi dan imigran yang ada di Indonesia tidak mendapatkan akses hak-hak atas kebutuhan hidup dasar, pendididikan, pekerjaan dan pelayanan sosial dari pemerintah. Namun Indonesia telah lama memiliki tradisi untuk menerima pengungsi dan orang – orang yang membutuhkan perlindungan internasional. Individu, komunitas maupun lembaga-lembaga sosial kemanusiaan sangat diharapkan dapat membantu kebutuhan dasar mereka selama tinggal sementara di Indonesia.
- Saudari-saudara pengungsi dan imigran itu tinggal di sekitar kita. Tidak sedikit dari mereka yang menjadi korban penyelundupan dan perdagangan manusia. Sama seperti saudari-saudara kita warga negara Indonesia yang menjadi korban perdagangan manusia, mereka termasuk kelompok rentan yang perlu mendapat perhatian dan aksi belarasa kita. Selama tinggal sementara di Indonesia, saudari-saudara kita itu sepenuhnya menggantungkan diri pada bantuan-bantuan dari pribadi-pribadi, komunitas maupun lembaga-lembaga sosial yang bermurah hati. Karena selama tinggal di Indonesia tidak diperbolehkan bekerja atau menjalankan usaha untuk mendapatkan pemasukan, maka saudari-saudara kita ini tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar pangan, sandang dan papan mereka sehari-hari.
Saudari-saudara kita para migran dan pengungsi ini juga sering mendapatkan stigma negatif dari masyarakat yang takut akan kehadiran mereka: takut kalau–kalau mereka terafiliasi jaringan teroris, atau menyebarkan paham-paham radikal; takut kalau-kalau mereka akan menetap di negeri kita, dan stigma-stigma negatif lainnya. Kita mungkin mengabaikan bahwa saudari-saudara kita ini dapat juga memberi kontribusi positif bagi kehidupan kita melalui nilai-nilai kehidupan yang mereka tawarkan: ketabahan, perjuangan tak kenal lelah, pencarian harapan, dan upaya memperjuangkan kemanusiaan.
Saudari-saudara terkasih,
- Kita tidak jarang mendengar ada orang yang mempertanyakan, “mengapa kita perlu membantu orang asing, sementara saudari-saudara kita sendiri banyak yang memerlukan bantuan?”. Ungkapan seperti ini bukan hanya tidak manusiawi tetapi juga tidak Kristiani. Belarasa dan kasih Kristiani tidak memandang batas-batas negara, suku, ras, agama dan berbagai perbedaan latar belakang lainnya. Semua manusia diciptakan oleh Allah sesuai dengan citra-Nya, maka semua orang mempunyai martabat dan hak-hak dasar yang sama.
Dalam kesempatan yang baik ini, saya ingin mengajak umat untuk berbela rasa dan peduli dengan saudari-saudara kita para imigran dan pengungsi yang tinggal di sekitar kita. Terima kasih kepada individu-individu, komunitas, paroki, lembaga-lembaga sosial gerejawi yang sudah terlibat berbela rasa dengan saudari-saudara kita ini. Saya berharap umat, komunitas dan lembaga-lembaga kemanusiaan gerejawi di Keuskupan Agung Jakarta ini dapat terus peduli dan berbelarasa kepada saudari- saudara kita ini. Untuk aksi belarasa kita dapat berkoordinasi dan bekerjasama dengan pihak-pihak yang selama ini sudah melayani mereka, antara lain Lembaga Daya Dharma – KAJ, Talithakum Jakarta, Jesuit Refugee Service Indonesia dan Caritas Indonesia – KWI.
- Akhirnya bersama dengan para imam, diakon dan semua pelayan umat, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada para Ibu / Bapak / Suster / Bruder / Frater / Kaum Muda, Remaja dan Anak-Anak semua yang dengan beraneka cara terlibat dalam karya perutusan Keuskupan Agung Jakarta. Kita berharap melalui berbagai prakarsa yang kita jalankan – sekecil dan sesederhana apa pun – kita terus dapat berbelarasa dengan saudari-saudara kita para pengungsi dan imigran yang sedang mencari teman dalam perjalanan, sebagaimana Allah menemani Umat Allah dalam perjalanan menuju ke tanah yang telah dijanjikan oleh Allah kepada mereka. Salam dan Berkat Tuhan untuk Anda semua, keluarga dan komunitas Anda. Bunda Maria dan Santo Yusuf doakanlah kami!
+ Kardinal Ignatius Suharyo
Uskup Keuskupan Agung Jakarta