2025/05/02 - 04:59:44pm

Strategi Resiliensi Komunitas Basis di Program Lewotobi

Berita, Kabar Karina, Kilas Berita by Caritas Indonesia

Caritas Indonesia bersama Caritas Larantuka dan Caritas Maumere Meluncurkan Program Pemulihan (Rehab-Rekon) Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki di UNIO Patris Corde, Keuskupan Larantuka, Larantuka, Kabupaten Flores Timur (Flotim), Nusa Tenggara Timur, 28 Januari 2025. Program ini kelanjutan dari respons yang dilakukan oleh jaringan Caritas Indonesia pada masa tanggap darurat bencana yang lalu. 

 

Komunitas Basis Gerejawi

Direktur Caritas Indonesia, Romo Fredy Rante Taruk, Pr menggambarkan sinergi antara Caritas Indonesia dengan masyarakat sebagai ciri khas pelayanan pastoral kemanusiaan. Sebagai lembaga pastoral, Caritas berusaha bergerak bersama masyarakat, untuk membangun ketangguhan. Sehinga dalam kejadian bencana, masyarakatlah yang berperan aktif dalam membangun ketangguhan mereka.

“Gerakan yang berbasis dari umat, berbasis dari masyarakat setempat, menjadi strategi resiliensi yang utama, strategi ketahanan. Resiliensi terletak dari kemampuan masyarakat menjawab setiap tantangan yang terjadi. Tugas kita memastikan resiliensi ini tercapai,” ujar Romo Fredy.

Romo Fredy mencontohkan, dalam penyaluran bantuan pangan dengan akses ke pasar lokal diharapkan dapat menjadi stimulus ekonomi bagi masyarakat lokal. Dengan kata lain, program ini selain menyasar pemulihan kehidupan penyintas bencana, namun juga menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi lokal.

“Bantuan ekonomi yang akan disalurkan dalam program ini, diharapkan memiliki andil menggerakkan ekonomi lokal,” ujarnya.

 

Kepala Paroki St. Maria Ratu Semesta Alam Hokeng, Romo Stefanus Damur SVD memberkati material bangunan yang akan diserahterimakan ke warga penerima manfaat. Dok. Caritas Indonesia

 

Solidaritas Masyarakat

Selaras dengan upaya untuk menjadikan komunitas basis sebagai strategi, Uskup Larantuka Mgr. Fransiskus Kopong Kung juga melihat potensi yang sama. Dari awal kejadian bencana Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki ini, ia melihat solidaritas yang tumbuh dalam masa kebencanaan ini. Mgr. Fransiskus mensyukuri, solidaritas dan kepekaan ini muncul dari bawah, yakni dari masyarakat. Ia melihat umat dari paroki-paroki  bergerak untuk menolong, spontanitas kemanusiaan itu muncul.

“Tinggal di daerah dengan bencana seperti ini, kepekaan dan rasa solidaritas semakin tumbuh dan berkembang. Rasa solidaritas ini tumbuh dalam keluarga-keluarga, dan dalam Komunitas Basis Gerejawi,” ujarnya. 

Mgr. Fransiskus berharap, kesiapsediaan ini terus tumbuh, tidak saja siap membantu orang lain di sekitar, namun siap untuk membantu orang lain di tempat yang jauh, yang memanggil kesadaran untuk terlibat membantu. Menurutnya, KBG menjadi kunci ketangguhan, ketika ini kuat, maka respons kebencanaan akan dapat dilakukan dengan baik.

“Ketika Komunitas Basis Gerejawi kuat dengan kepekaan sosial sebagai ekspresi imannya, maka kita selalu siap, ketika ada musibah. Tanggapan itu muncul, namun juga dalam kehidupan sehari-sehari, solidaritas ini tumbuh,” ujarnya.

 

Identitas Caritas

Dari dua istilah kunci di atas, solidaritas dan pemberdayaan masyarakat basis, dapat dilihat identitas Caritas di dalamnya. Identitas ini semakin terlihat dengan munculnya dukungan pelbagai elemen Gereja Indonesia dalam mendukung pemulihan pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki.

Romo Fredy menyampaikan, bahwa sebagai bagian dari Konfederasi Caritas Internationalis, Caritas Indonesia telah menerapkan protokol kebencanaan. Caritas Indonesia menjadi kehadiran nyata Gereja Katolik Indonesia di tengah masyarakat yang membutuhkan uluran kasih untuk mengangkat mereka yang terpuruk.

Pada saat awal bencana Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Caritas Indonesia menyampaikan informasi terkait bencana yang terjadi kepada Caritas Internationalis. Informasi ini disampaikan beberapa kali, sampai akhirnya Caritas Indonesia menyampaikan desain respons lanjutan. Sementara itu, terkait dengan pendanaan, sampai bulan Desember 2024, bantuan yang diperoleh secara nasional cukup memadai sehingga Caritas Indonesia memutuskan tidak melakukan fundraising secara internasional (meminta dukungan dari Caritas Internationalis).  

“Kapasitas bantuan yang didapat secara nasional kami pandang memadai, sehingga kami tidak melakukan fundraising secara internasional,” ujar Romo Fredy.

 

Solider dengan Kemanusiaan

Caritas Indonesia dibentuk dengan harapan mewujudkan kasih nyata di tengah persoalan kemanusiaan di Indonesia, tidak saja dalam kebencanaan, namun juga terkait dengan isu-isu kemanusiaan lain. Caritas didirikan untuk menjalankan “diakonia” gereja, memberikan pelayanan kepada sesama khususnya yang lemah, miskin dan terpinggirkan.

“Ini didorong oleh iman kita, iman akan Tuhan yang menjadi manusia, yang solider dengan kemanusiaan,” ujar Ketua Badan Pengurus Yayasan Karina-KWI, Mgr. Aloysius Sudarso SCJ.

Mgr. Sudarso mengatakan, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mengharapkan agar kepedulian dan belarasa, ketersentuhan akan permasalahan yang dialami orang sekitar, menyentuh untuk bergerak bersama, sehingga setiap orang mengalami keadilan dan ketentraman. 

Sebagaimana manusia, semua adalah satu kesatuan, yang tinggal di bumi yang sama. Kehadiran Caritas Indonesia dalam respons kebencanaan Erupsi Gunung Lewotobi adalah sebagai perutusan dari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). 

Dalam respons kebencanaan ini, Mgr. Sudarso menyatakan, bahwa Caritas Indonesia menemani Caritas Larantuka dan Caritas Maumere, dan bersama dalam menjalankan respons kebencanaan ini.

Ini adalah perwujudan kasih antara sesama manusia, di mana harus saling mengasihi. Caritas berarti ‘kasih’, ia mengatakan, bahwa pelayanan Caritas juga keluar dari kasih itu.

“Kasih itu menggerakkan kita semua, Caritas Urget Nos, ‘cinta itu mendesak kita’. Kita berterima kasih kepada para uskup, dan umat Katolik yang tersentuh membantu sesama di tempat ini. Melalui Caritas Indonesia, ada bantuan dari seluruh Indonesia.

 

Launching Program Pemulihan Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki di UNIO Patris Corde, Keuskupan Larantuka, Kabupaten Flores Timur (Flotim), Nusa Tenggara Timur, 28 Januari 2025. Dok. Caritas Indonesia

 

SOP Kebencanaan

Romo Fredy juga menyampaikan, saat ini, jaringan Caritas Indonesia telah memiliki dan mengembangkan SOP Tanggap Darurat. SOP ini semakin teruji, terutama dalam enam tahun terakhir, misalnya saat terjadi Siklon Tropis Seroja, Gempa di Mamuju, dan Gempa Cianjur. 

“Kita telah menemukan bentuknya yang semakin baik,” ujar Romo Fredy. 

Perkembangan ini didukung kesadaran yang semakin meningkat, karena di keuskupan-keuskupan banyak yang sudah memiliki SOP Tanggap Darurat sebagai turunan dari SOP Caritas Indonesia. Begitu diketahui skala kebencanaan Erupsi Gunung Lewotobi adalah bencana level nasional, maka Caritas Indonesia langsung turun tangan, dan menggerakkan sumber daya dari seluruh jaringan Caritas Indonesia.

“Dalam waktu singkat, Caritas Indonesia bisa menggerakkan setiap keuskupan, kongregasi bahkan kelompok kategorial lain untuk hadir bersama,” ujar Romo Fredy.

Lebih lanjut Romo Fredy mengatakan, yang paling penting dalam penanganan kebencanaan adalah kapasitas di keuskupan-keuskupan. Penting, di setiap keuskupan memiliki kapasitas yang cukup baik dalam penanganan kebencanaan. SOP adalah sebagai bagian dari koordinasi nasional, ini berjalan dengan program penguatan kapasitas. Saat ini di Program Pemulihan Pasca Erupsi Gunung Lewotobi, Caritas Indonesia melakukan pendampingan langsung kepada Caritas Larantuka dan Caritas Maumere. (AES)

Donasi ke Caritas Indonesia

Amal Kasih untuk anak-anak di Kodi Utara

Lihat Detail
Lihat Semua