Caritas Indonesia dan Caritas India Perkuat Pembelajaran Lintas Negara untuk Safeguarding di Jakarta

Jakarta — Upaya memperkuat budaya aman (safeguarding) di dalam layanan kemanusiaan kembali ditegaskan melalui Pertemuan Pembelajaran Lintas Negara (Safeguarding Cross-Learning Meeting) yang mempertemukan Caritas Indonesia, Caritas India, dan Caritas Asia di Jakarta. Selama tiga hari, peserta dari kedua negara saling berbagi pengalaman, strategi, dan tantangan dalam mengarusutamakan safeguarding di seluruh tingkatan organisasi, mulai dari kantor nasional hingga keuskupan dan komunitas akar rumput.

Pertemuan ini merupakan bagian dari Pilot Project Safeguarding 2024–2026, sebuah inisiatif yang didukung oleh Porticus untuk memperkuat kapasitas safeguarding di Asia melalui pendekatan kolaboratif, pendampingan, serta pertukaran praktik baik di tingkat regional dan negara. Caritas Asia memainkan peran sebagai fasilitator, memastikan bahwa pengalaman dari India dan Indonesia dapat disinergikan untuk mempercepat peningkatan kualitas dan konsistensi praktik safeguarding di seluruh jaringan Caritas Asia.

Safeguarding sebagai Prioritas Gereja dan Kemanusiaan

Pertemuan dibuka dengan Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Mgr. Aloysius Sudarso, SCJ, Ketua Pengurus Caritas Indonesia, bersama para konselebran: Romo Fredy Rante Taruk, Direktur Eksekutif Caritas Indonesia, dan Romo Jesudass Rayappan, Direktur Eksekutif Caritas India. Perayaan Ekaristi ini menjadi penegasan bahwa upaya penguatan safeguarding berakar pada spiritualitas Gereja yang memuliakan martabat manusia.

Dalam sambutan pembukaan, perwakilan Caritas Asia menegaskan bahwa safeguarding bukan hanya kewajiban administratif, tetapi bagian penting dari komitmen Gereja untuk melindungi martabat setiap pribadi. “Kita tidak dapat berbicara tentang pelayanan kasih jika kita tidak memastikan bahwa setiap tempat dan proses pelayanan kita benar-benar aman,” ungkapnya.

Isu safeguarding menjadi perhatian serius di kawasan Asia karena tingkat kesadaran dan implementasi yang berbeda-beda antara organisasi. Beberapa MO sudah memiliki kebijakan, namun masih menghadapi kesulitan dalam penerapannya. Tantangan seperti keterbatasan sumber daya, kurangnya pengetahuan teknis, dan sensitivitas isu di beberapa budaya sering menghambat proses ini.

Sejak 2019, Caritas Asia telah berupaya membangun dasar bagi penguatan safeguarding di kawasan Asia, termasuk melalui pelatihan daring sepanjang masa pandemi. Namun evaluasi menunjukkan bahwa dibutuhkan upaya mendalam dan jangka panjang agar safeguarding benar-benar menjadi bagian integral dari manajemen, budaya kerja, dan sikap pastoral organisasi.

Rangkaian Kegiatan: Dari Input Ahli hingga Kunjungan Lapangan

Pertemuan tiga hari di Jakarta (26-28 November 2025) diisi dengan berbagai sesi, mulai dari pemaparan perkembangan project, diskusi kelompok, hingga sesi materi yang melibatkan lembaga-lembaga eksternal seperti JRS Indonesia dan Komisi KKP-PMP KWI. Sesi tersebut memberikan perspektif tambahan mengenai integrasi safeguarding ke dalam pelayanan sosial Gereja.

Para peserta juga melakukan kunjungan lapangan ke LDD Jakarta untuk melihat praktik safeguarding dalam konteks pendampingan urban poor. Kunjungan ini memberikan gambaran nyata tentang bagaimana prinsip-prinsip perlindungan dapat diterapkan dalam interaksi langsung dengan kelompok rentan.

Pertemuan ini menjadi bukti nyata bahwa Caritas di Asia memiliki tekad yang sama untuk memperkuat perlindungan bagi anak, orang dewasa rentan, dan semua pihak yang terlibat dalam pelayanan Gereja. Melalui pembelajaran lintas negara, pengalaman Indonesia dan India dapat saling melengkapi dan memperkaya proses penguatan sistem safeguarding di tingkat regional.

Dengan komitmen bersama ini, jaringan Caritas Asia berharap dapat menghadirkan lingkungan pelayanan yang semakin aman, transparan, dan memulihkan martabat setiap orang yang dilayani.

Salam Belarasa