Strategi Baru Merespon Dinamika Zaman

“Sejak berdirinya pada 17 Mei 2006, KARINA telah mengadakan 3 kali lokakarya penyusunan Rencana Strategis (Renstra), masing-masing Renstra 2008–2012, 2013-2017, dan 2018-2022.,” demikian sambutan pengantar dari Ketua Badan Pembina Yayasan KARINA (Caritas Indonesia), Mgr. Aloysius Sutrisnaatmaka, MSF saat membuka Lokakarya Strategic Planning Caritas Indonesia 2023-2027 di Denpasar pada 20 – 23 September 2022 yang lalu. Ditambahkannya bahwa ‘Deus Caritas Est‘ itu harus diwujudnyatakan, agar tidak sekedar menjadi omongan doang.

Dalam forum yang diikuti 36 perwakilan dari 37 keuskupan ini dan 3 Komisi terkait dari KWI,  Ketua Badan Pengawas Yayasan KARINA, Mgr. Petrus Turang menyampaikan bahwa lembaga ini didirikan oleh para Uskup dan karena itu harus dirawat oleh Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).

“Entitas yang didirikan KWI ini untuk memberikan pelayanan kemanusiaan, terutama dalam kaitan dengan keadaan-keadaan darurat bencana atau kenyataan-kenyataan yang tak terduga sebelumnya dan bidang pemberdayaan manusia,” demikian pesan pembuka Mgr. Petrus Turang.

Mgr. Aloysius Sutrisnaatmaka, MSF bersama Mgr. Petrus Turang, menyampaikan arahan awal Lokakarya Strategic Planning. (Foto: Caritas Indonesia)

Selain kedua Uskup di atas, hadir pula Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM (Badan Pembina), Mgr. Silvester San (Badan Pengawas) dan Mgr. Aloysius Sudarso, SCJ (Badan Pengurus). Kelima Uskup tersebut adalah sebagian dari para Uskup di Indonesia yang menjadi anggota Badan Pembina, Badan Pengawas, dan Badan Pengurus Yayasan KARINA.

“Sekarang ini, Caritas mampu menampilkan Gereja yang nyata di tengah-tengah masyarakat. Kedekatan dan kerjasama lintas komisi di KWI yang peduli pada masalah kemanusiaan, semakin terasa dan semakin baik,” ungkap Mgr. Aloysius Sudarso, SCJ dalam sambutannya.

“Maka saya berharap, kebersamaan kita ini terus berjalan agar kita pun sejalan dengan Caritas-Caritas yang ada di dunia. Namun demikian, harus ada kekhususan di Caritas Indonesia ini dengan menjaring kekhususan-kekhususan yang ada di keuskupan masing-masing,” tambahnya.

Ketua Badan Pengurus Yayasan KARINA, Mgr. Aloysius Sudarso, SCJ terlibat dalam diskusi kelompok. (Foto: Caritas Indonesia)

Dari anggota Badan Pengurus, terlihat hadir pula Rm. Ignatius Swasono, SJ (Wakil Ketua), Bapak H.Y. Susmanto (anggota), dan Ibu Christina Meirawati (anggota). Perwakilan lintas komisi KWI yang juga aktif terlibat di antaranya ada Rm. Ewaldus (anggota merangkap Sekretaris Komisi PSE KWI), Rm. Aegidius Eka Aldilanta O.Carm (anggota merangkap Sekretaris KKP PMP KWI), dan Ibu Theresia Triza Yusino (SGPP).

Terkait program pada perempuan dan anak, Ibu Triza menyampaikan bahwa SGPP peduli pada program-program yang responsif gender dan berharap kolaborasi bersama Caritas di keuskupan-keuskupan dapat terus berlanjut.

Salah satu kelompok memperlihatkan hasil diskusi bersama. (Foto: Caritas Indonesia)

“Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan teman-teman Caritas di semua tempat sudah baik dan ada keterlibatan perempuan. Untuk pengelolaan tanggap darurat, tata kelola koordinasi organisasi perlu ditingkatkan agar kami bisa mengikutinya dengan koordinasi bersama teman-teman SGPP di keuskupan-keuskupan,” demikian harapan yang disampaikannya.

Proses lokakarya yang diikuti para Direktur Caritas dan Ketua PSE Keuskupan ini berjalan penuh dinamika dan dipandu langsung Direktur Eksekutif Caritas Indonesia, Rm. Fredy Rante Taruk dengan dukungan tim manajemen dan konsultan serta relawan dari jaringan nasional Caritas.

Rm. Ignatius Sukari dari Keuskupan Agung Palembang menyampaikan hasil diskusi kelompok. (Foto: Caritas Indonesia)

Joseph Kodamanchaly, konsultan dari Caritas Australia yang aktif berperan sejak persiapan dan penyusunan agenda pertemuan hingga akhir lokakarya ini berlangsung, telah memberikan kontribusi yang sangat penting dalam memantik diskusi dan membuka wawasan semua peserta yang hadir.

Selaku anggota Badan Pembina, Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM., mengingatkan kembali pesan yang telah disampaikan Paus Fransiskus, bahwa Caritas bukanlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) melainkan bagian dari Diakonia dan misi Gereja itu sendiri.

“Spiritualitas Caritas bersumber pada Ekaristi dan itu yang membedakan kita dari aktivis pada umumnya,” demikian tegasnya.

“Spiritualitas Caritas bersumber pada Ekaristi, tegas Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM. (Foto: Caritas Indonesia)

Mgr. Paskalis menggarisbawahi pula, bahwa Caritas di keuskupan-keuskupan harus benar-benar tumbuh, karena masalah-masalah kebencanaan itu nyata ada di keuskupan-keuskupan. “Caritas keuskupan perlu didukung oleh satu organisasi yang memang benar-benar lintas negara, dan di situlah Caritas Indonesia berperan,” tambahnya.

Protokol koordinasi tanggap darurat Caritas Internationalis dengan jelas menegaskan, bahwa Caritas nasional memegang peran dan tanggung jawab penting dalam lalu-lintas informasi dan koordinasi kerja bersama keuskupan-keuskupan dan Caritas Internationalis Member Organisations (CIMOs) dalam berbagai respon kemanusiaan.

Disebutkan pula, bahwa terekat-tarekat religius yang melakukan respon darurat kebencanaan, memiliki tanggung jawab untuk berkoordinasi dengan Caritas nasional.

Foto bersama para peserta Lokakarya Strategic Planning Caritas Indonesia. (Foto: Caritas Indonesia)

Dokumen renstra hasil dari pertemuan di Denpasar masih akan diolah dalam beberapa tahap sehingga pada awal Januari 2023 sudah dapat jadi panduan arah strategis pelayanan Caritas di Indonesia. Dengan merumuskan Renstra 2023-2027, Caritas Indonesia, bersama jaringan nasionalnya, telah menyiapkan strategi baru untuk merespon dinamika zaman.

No Comments

Post A Comment