Rumah Kasih bagi Pasien Covid-19: Kisah Pembentukan Pusat Isoman di Keuskupan Agung Semarang

 

 

 

Wisma Syantikara sudah lama dikenal sebagai asrama bagi mahasiwa putri dari berbagai daerah yang kuliah di Yogyakarta. Di masa pandemi Covid-19, wisma ini menjadi salah satu lokasi pusat isolasi mandiri (isoman) yang diinisiasi Keuskupan Agung Semarang.

Pengelola Wisma Syantikara, Sr. Brigitta, CB menjelaskan bahwa wisma ini menyediakan 165 kamar untuk isolasi mandiri dengan dukungan beberapa relawan yang berlatar belakang dokter dan perawat, serta tersedia tim keamanan dan transportasi yang siap 24 jam.

“Penyiapan fasilitas isoman di Syantikara tentu tidak dapat dijalankan seorang diri. Kami juga dibantu oleh para relawan dari beragam latar belakang, terutama dari bidang medis,” ujar Sr. Brigitta.

 

Siapa saja yang ingin dirawat di tempat ini, dapat langsung mendaftar (Foto: Syantikara/Caritas Indonesia)

 

Kendala saat seseorang ingin mendapatkan fasilitas isoman adalah pendaftaran yang berbelit. Namun demikian, pengelola menyiapkan sistem pendaftaran yang disematkan di laman web: cb.berbagiberkat.org. Siapa saja yang ingin dirawat di tempat ini, dapat langsung mendaftar melalui laman itu. Agus Wijanarka, seorang dokter yang turut terlibat pelyanan di wisma itu, mengatakan bahwa setiap orang yang terindentifikasi terjangkit Covid-19 dapat mendaftar. Fasilitas ini terbuka bagi siapa saja. Menurutnya, meskipun pasien berasal dari tempat yang cukup jauh dari lokasi Wisma Syantikara, masih dimungkinkan untuk mendapat perawatan di sini.

Di Wisma Syantikara, fokus pelayanan adalah untuk pasien dengan gejala ringan dan tanpa gejala. Agus mengatakan, sejauh ini pelayanan berjalan dengan baik dan berhasil memulangkan 16 pasien dalam kondisi telah sembuh.

Pelayanan Rohani dan Perizinan

Setiap pasien yang menjalani perawatan di Wisma Syantikara tidak hanya akan mendapat pelayanan medis, melainkan juga sapaan-sapaan rohani dan spiritual. Pasien akan diajak untuk berdoa, mendengar renungan, dan sharing bersama. Semua kegiatan ini diadakan lewat aplikasi Zoom.

Sr. Brigitta menyampaikan, untuk memfasilitasi pelayanan rohani ini, pihaknya telah meminta kesediaan biarawan dan biarawati yang berdomisili di Yogyakarta. Apabila belum ada petugas yang mendampingi dalam pelayanan rohani ini, maka pengelola akan memutarkan musik dari media audio yang tersedia di setiap kamar.

“Kami memberikan sapaan melalui Zoom. Dengan fasilitas ini, petugas akan membawakan renungan rohani agar pasien juga mendapat peneguhan secara spiritual dan rohani. Kesempatan ini juga diisi dengan sharing pengalaman dari pasien selama menjalani masa-masa penyembuhan,” ujar Sr. Brigitta.

 

Butuh usaha keras untuk dapat mewujudkan shelter isoman ini (Foto: Syantikara/Caritas Indonesia)

 

Butuh usaha keras untuk dapat mewujudkan shelter isoman ini. Agus menuturkan, komunikasi dengan pihak-pihak terkait, yaitu pemerintah dan fasilitas pelayanan kesehatan di wilayah Yogyakarta juga dilakukan. Ia menekankan, penting untuk dilakukan pengurusan izin kepada pemerintah sebelum memulai pusat isoman ini.

“Kami mengusahakan perizinan dari pihak pemerintah, agar kami juga mendapat akses untuk fasilitas kesehatan dan ini penting. Sehingga bila ada pasien yang memiliki gejala berat, kami dapat segera merujuknya,” ujar Agus.

Karya Belarasa

Keuskupan Agung Semarang (KAS) telah membentuk Satgas Covid-19, dari tingkat keuskupan hingga komunitas basis yang dipimpin langsung oleh Vikjen KAS Romo Edy Purwanto. Tempat-tempat isolasi mandiri dalam wilayah Kesukupan Agung Semarang diantaranya adalah, Wisma Syantikara Yogyakarta yang dikelola para Suster Carolus Borromeus, Wisma Nazaret, Semarang, yang dikelola Romo Efendi, Pusat Studio Audio Visual Kaliurang, Yogyakarta, yang dipimpin Romo Murti, SJ.

Direktur Karina Keuskupan Agung Semarang (Karina KAS), Romo Martinus Sutomo mengatakan, sejauh ini Karina KAS sifatnya mendukung pembentukan fasilitas-fasilitas isoman di setiap komunitas-komunitas akar rumput.

“Karina terbuka untuk memberi bantuan pelaksanaan pusat-pusat isoman,” ujar imam Keuskupan Agung Semarang itu.

Romo Tomo melanjutkan, di Kevikepan Semarang, fasilitas isoman yang didirikan di Wisma Nazaret, adalah hasil kerja sama dengan Unika Soegijapranata serta para relawan, dan sudah dibuka sejak 2 Agustus 2021. “Pembentukan fasilitas isoman di Semarang dilakukan dengan belajar dari apa yang sudah dilakukan di Syantikara,” ujar Romo Tomo.

Di Wisma Nazaret juga tersedia tim psikososial, pendampingan medis, psikologi, dan rohani yang akan menyapa pasien melalui fasilitas Zoom. Cara ini dilakukan untuk mengurangi kontak langsung. Di samping itu, mereka yang melakukan isoman juga  membersihkan kamar, termasuk menyemprotnya dengan desinfektan secara mandiri dengan alat-alat yang sudah disediakan.

Saat ini, Wisma Nazaret sedang meningkatkan sistem pelayanan untuk pendaftaran pasien secara daring. Romo Tomo mengatakan, Gereja KAS mendorong pelibatan orang muda di paroki-paroki, dan  sejauh ini ada 35 relawan dari orang muda Katolik (OMK) yang terlibat.

 

Kesediaan untuk terlibat dalam pelayanan, menjadi salah satu kekuatan Gereja dalam pelayanan untuk mengatasi pandemi Covid-19 di Indonesia (Foto: Syantikara/Caritas Indonesia)

 

Dalam pertemuan jaringan nasional Caritas Indonesia pada 4 Agustus 2021, Direktur Caritas Indonesia, Romo Fredy Rante Taruk, juga menyampaikan, bahwa untuk mendukung pembentukan shelter isoman, Caritas Indonesia menyediakan Buku Panduan Isolasi Mandiri. Ia berharap, panduan ini dapat menjadi tuntunan bagi setiap Caritas di keuskupan agar dapat memaksimalkan pelayanan kepada para pasien Covid-19.

“Tim Caritas Indonesia yang memfasilitasi beberapa perwakilan dari jaringan nasional Caritas Keuskupan telah menyusun Panduan Isolasi Mandiri. Saya berharap ini dapat menjadi panduan bagi kita semua untuk lebih meningkatkan pelayanan,” ujar Romo Fredy.

Beberapa shelter atau pusat isolasi mandiri (isoman) yang sudah dibuka di beberapa keuskupan, misalnya di Keuskupan Agung Semarang dan Keuskupan Agung Jakarta, menurut Romo Fredy sungguh menjadi wujud peran jaringan Caritas dalam upaya mengatasi pandemi Covid-19.

Sambil mengingatkan kembali pesan Paus Benediktus XVI dalam Ensiklik Deus Caritas Est, Romo Fredy menekankan, bahwa sebagai Gereja, umat Allah harus mengedepankan kasih dalam setiap karya pelayanan. “Paus Benediktus XVI, lewat Deus Caritas Est. ‘Allah adalah kasih’ mendorong setiap bentuk pelayanan Gereja juga berlandas atas kasih. Pelayanan Gereja, tak lain selalu bersumber dari pribadi Allah sendiri,” ujarnya.

Dalam situasi pandemi ini, solidaritas belarasa tetap patut dikembangkan dengan menyambut baik setiap bantuan dan usaha pemulihan. Ia menambahkan, bahwa kesediaan untuk terlibat dalam pelayanan yang muncul dari kalangan Orang Muda Katolik, akan menjadi salah satu kekuatan Gereja dalam pelayanan untuk mengatasi pandemi Covid-19 di Indonesia ini. (aes/mdk/as)

No Comments

Post A Comment