Menguatkan Spirit Caritas: Pelayanan dengan Kasih

Visi pembangunan manusia seutuhnya adalah mengusahakan agar setiap orang mencapai potensi sebagai karunia dari Tuhan. Maka Caritas perlu hadir menghormati martabat setiap orang dan merawat integritas sebagai ciptaan Tuhan.
Demikian disampaikan Marc da Silva dari Catholic Relief Service (CRS) – Caritas Amerika Serikat dalam pertemuan Jaringan Nasional Caritas Indonesia (Karina-KWI) hari ke-2 di Beverly Hotel Batam, Kamis, (25/5/2023).

Pertemuan ini dihadiri Para uskup dari beberapa keuskupan, Caritas Keuskupan, Komisi PSE keuskupan, dan perwakilan Caritas Luar Negeri serta para aktivis kemanusiaan, para mitra dan jaringan Caritas lainnya.

Marc mengatakan Caritas menjadi hebat ketika kemanusiaan menjadi pertimbangan utama. Arah pelayanan Caritas adalah menjunjung tinggi martabat manusia.

“Semua orang entah situasi hidupnya seperti apapun pasti mencapai potensi yang telah dikaruni Allah. Untuk itu potensi yang ada perlu diwujudkan dalam tindakan nyata kepada mereka yang kecil dan tak berdaya,” ujar Marc.

Di hari kedua ini, ada sejumlah materi yang disampaikan dan dibagi dalam tiga sesi. Pada sesi pertama selain Marc, tampil juga Caritas Germany yang saat ini bekerja di 70 negara di dunia. yang dibawakan oleh Cipto Leksono.

Menurut Cipto, Caritas Germany berfokus pada penanggulangan bencana, kebutuhan anak dan kaum disabilitas, perhatian kepada para lansia dan orang sakit. “Caritas Germany ingin memperkuatn spirit Caritas yaitu keterlibatan melayani semua orang tanpa diskriminasi, berbela rasa kepada setiap orang yang kecil dan tak berdaya,” ujar Leksono.

Materi lain yang menarik dalam pertemuan ini adalah menampilkan Prasinta Dewi, Deputi Bidang Pencegahan BNPB dengan membawakan tema, “Pentingnya Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Membangun Ketangguhan”. Ia mengatakan, wilayah Kepulauan Indonesia rentan terhadap fenomena alam geologi dan hidrometeorologi.

Maka perlu pemahaman masyarakat tentang risiko bencana, termasuk perhitungan pada bahaya bencana, kerentanan, dan kapasitas bencana. “Tetapi yang paling utama adalah tindakan preventif sehingga di mana setiap orang memahami pembangunan human capital. Perlu adanya kebijakan penanggulangan bencana,” ungkapnya.

Selebihnya, katanya, perlu memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana, menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada, menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh
Senada dengan Prasinta, Lasro Simbolon selaku Deputi Penempatan dan Pelindungan Kawasan Amerika dan Pasifik BP2MI menjelaskan entah formal atau informal, semua orang harus dilindungi.

Membawakan tema, “Melindungi Pekerja Migran Indonesia di Masa Krisis”, Lasro mengajak seluruh peserta agar punya kepedulian terhadap Pekerja Migran Indonesia (PMI) dengan melawan segala bentuk Tindak Pidana Perdangangan Orang (TPPO) yang marak terjadi. “Praktek ini sunggu merendahkan martabat manusia,” ujar Lasro.

Ada banyak informasi yang disampaikan guna memberi pemahaman jelas terkait PMI baik terkait kantong PMI, modus operandi penempatan ilegal PMI dengan berbagai risiko, persoalan klasik yang dialami PMI seperti kekerasan seksual, gaji tidak dibayar, pekerjaan tidak sesuai dengan harapan, ekspolitasi seksual. “Pemerintah merasa tidak

bisa bekerja sendiri maka butuh kolaborasi antar berbagai LSM dan lembaga kemanusiaan termasuk dengan Caritas,” sebut Lasro.

Pada sesi yang sama Wahyu Susilo dari Migrant Care dan dari Jesuit Refugee Service yang disampaikan

Romo Martinus dam Febrianto, SJ. Keduanya sepakat bahwa baik pengungsi maupun PMI harus diperhatikan dan dilayani dengan baik.

Wahyu Susilo memperkenalkan Desbumi (Desa Peduli Migran) dengan harapan ada berbagai layanan seperti layanan informasi, pengurusan dokumen, pendataan, peraturan desa, pemberdayaan ekonomi, pengadaan kasus, dan sosialiasi migran aman.
“Aplikasi ini untuk PMI termasuk purna PMI dan mengaktifkan dan menganimasi kaum perempuan sebagai pengambil keputusan di desa,” ungkapnya.

Sementara Romo Febrianto mengataka, para pengungsi lintas batas adalah orang-orang yang memiliki ketakutan beralasan, sering terjadi persekusi, akibat suku dan etnis atau pandangan politik sehingga terpaksa meninggalkan negaranya. Karena ketakutan itu mereka tidak bisa pulang ke negaranya.

Di sesi terakhir pertemuan ini menghadirkan sharing para suster dari berbagai komunitas tentang isu migran, pengungsi dan trafficking. Hadir membawakan materi Sr. Marcela, ADM; Sr. Laurentia, SDP; Sr. Gratia, PK; dan Sr. Valentina, FSGM. Mereka membicarakan wujud perlindungan nyata kepada PMI, para pengungsi dan perdagangan manusia.

Pada malam hari, semua peserta Pertemuan Jaringan Nasional Caritas berkesempatan untuk mengunjungi Shalter Santa Teresa yang dipimpin Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus. Pada kesempatan ini para peserta mendapat kesempatan mengenal lebih dekat terkait karya pelayanan kemanusiaan Romo Paschal. Semua peserta bergembira dan kegiatan kedua ini ditutup dengan makan malam bersama.

 

Caritas Indonesia

1 Comment
  • acv keto gummies reviews
    Posted at 08:50h, 04 January Reply

    I loved it as much as you’ll end it here. The sketch and writing are good, but you’re nervous about what comes next. Definitely come back because it’s pretty much always the same if you protect this walk.

Post A Comment