
03 Jun Catatan dari Pelatihan ABCD di Atambua
Pada tanggal 27 Mei sampai 2 Juni 2022, Caritas Indonesia berkolaborasi dengan Caritas Atambua dan Caritas Australia mengadakan Lokakarya Analisis Rantai Nilai, Pencegahan Kekerasan Seksual dengan Persektif ABCD, dan Mekanisme Pengaduan. Kegiatan ini dilaksanakan di 2 desa yang bebeda yaitu Desa Ainiut dan Desa Manunain A, yang berada di Kecamatan Insana, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur.
ABCD atau Asset Bassed Community Development adalah satu metode pendekatan untuk pemberdayaan komunitas lokal. Pada 27-30 Mei 2022 pelatihan dilaksanakan di Desa Ainiut. Masyarakat setempat merespon dengan baik kegiatan ini dimana mereka diajak untuk berdinamika kelompok tentang Anlalisis Rantai Nilai, dan membuat mekanisme ekonomi “Ember Bocor.”

Salah satu fasilitator dari Caritas Indonesia, Fika mengatakan, “air yang masuk ke dalam ember melambangkan pemasukan keuangan para warga, lalu air yang keluar dari lubang ember yang bocor digambarkan sebagai pengeluaran keuangan para warga.” Selain ember bocor, warga juga membuat Ember Produksi.
“Prosesnya hampir sama dengan mekanisme ember bocor, tetapi pada ember produksi, air yang keluar dari mulut ember melambangkan sasaran penjualan yang paling menguntungkan dan air yang keluar dari lubang ember digambarkan sebagai pengeluaran yang digunakan untuk memproduksi barang atau jasa yang siap jual,” kata Fika.
Pelatihan hari ke-2 mengangkat tema Pencegahan Kekerasan Seksual Berbasis ABCD. Terlihat air muka para peserta nampak tegang, karena topik pelatihan ini terkait berbagai wujud pelecehan seksual, baik verbal dan non-verbal (kontak fisik). Peserta kembali diajak berdinamika di dalam kelompok untuk berproses tentang lima aset yang ada, yaitu aset manusia berupa anggota badan dan termasuk hati, aset sosial yang digambarkan sebagai pohon yang berbuah lebat yang paling gampang dijangkau oleh warga ini ibarat visi yang gampang diraih, aset ember bocor, aset budaya, dan aset fisik atau alam.

Pembelajaran tentang mekanisme pengaduan pun disampaikan pada hari ketiga. Peserta belajar bersama, bagaimana cara pengaduan atau pelaporan jika staf dari Caritas menjadi korban suatu kejadian atau justru menjadi pelaku tindak kecurangan, pelecehan.
Rangkaian kegiatan yang sama juga berlangsung di lokasi kedua, Desa Manunain A dan dimulai pada tanggal 31 Mei sampai 2 Juni 2022.

“Analisis Rantai Nilai ABCD, Analisis Risiko Prevention of Sexual Exploitation, Abuse and Harassment (PSEAH) dan Mekanisme Penanganan Pengaduan Masyarakat, kami lihat sangat penting karena ketiga hal ini sangat melekat dengan kehidupan masyarakat,” kata Rm. Maximus Sikone, Direktur Caritas Atambua.
“Kegiatan-kegiatan ini memberi penguatan kapasitas bagi masyarakat dampingan karena masyarakat dilatih untuk memahami benar tentang turunan produktivitas sebuah produk entah itu peternakan, pertanian, ataupun usaha-usaha home industri lainnya,” tambah Romo Maxi.

Untuk mengembangkan usahanya, masyarakat harus paham benar tentang apa saja turunan produk dari produk utamanya. Berkat dampingan ABCD ini, masyarakat tidak hanya menjual produk utama tetapi juga bisa mengembangkan ke produk dari bahan yang sama demi pemanfaatan potensi dari produk utama dan peningkatan jual beli.
“Hal ini agar nilai tambah dari produk tersebut kembali kepada masyarakat,” Fika menambahkan.

Dalam pembelajaran (PSEAH), masyarakat berlatih agar sanggup menghindari dan meminimalkan kekerasaan dalam rumah tangga, terlebih kekerasaan pada anak-anak. Sedangkan dalam mekanisme penanganan pengaduan masyarakat, masyarakat dilatih untuk memahami apa yang harus dilakukan saat berhadapan dengan persoalan-persoalan terkait. “Ketiga hal yang dilatih pada kesempatan lokakarya ini sungguh bermanfaat, tidak hanya bagi pengembangan program ke depan tetapi terlebih bagi masyarakat dampingan. Antusiasme masyarakat dampingan di dua desa dampingan ini sangat menjanjikan untuk pengembangan program ini,” pungkas Romo Maxi.
No Comments