BEKERJA BERSAMA UNTUK KEBAIKAN

Uetua adalah nama sebuah kampung di Desa Kera Maliko, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Di kampung itu, hanya ada 20 KK atau sekitar 105 jiwa masyarakat Kaili Rai yang sejak gempa Sulawesi Tengah 2018, hidup mandiri di pengungsian dengan kondisi yang tidak layak.

Dalam bahasa setempat, Uetua diartikan sebagai air tua yang memberi berkah. Nilai baik dari nama kampung juga diyakini akan terwujud dan memberikan berkah bagi yang menghuninya.

Kesabaran penantian panjang di kamp-kamp pengungsi membuahkan hasil setelah mereka terpilih menjadi penerima manfaat program. Pada tahun 2021, Caritas Indonesia bersama Caritas Keuskupan Manado dan didukung oleh Caritas Internationalis membantu 20 unit rumah untuk mereka. Pada setiap tahap pembangunan, masyarakat Uetua terlibat secara aktif. Bersama tim Caritas Manado, mereka berpartisipasi dan menyumbangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk mewujudkan perumahan tersebut.

Proses pembuatan drainase di Uetua, Ape Maliko. (Foto: Caritas Manado/Caritas Indonesia)

Tidak Ada Lagi Khawatir

Pada awal November 2021, mereka mulai tinggal di rumah mereka. Tidak ada lagi khawatir tidur di bawah tenda dan di atas terpal yang telah menempel di tanah. Tak khawatir lagi pada tetesan air hujan dari tenda yang sudah usang, dan angin kencang yang merobek tenda. Tidak takut lagi akan binatang buas yang sesekali melewati tenda mereka. Kisah sedih telah berlalu dan berganti dengan kebahagiaan dalam menikmati rumah sendiri dengan penuh syukur, yang mereka sebut sebagai ‘Sapo Caritas’ untuk tempat tinggal baru. Sapo Caritas berarti Rumah Cinta.

Menuju CMDRR

Community Managed Disaster Risk Reduction (CMDRR) diperkenalkan kepada mereka pada Desember 2021 sebagai bagian dari layanan kemanusiaan Caritas. Program ini ditujukan agar di masa mendatang, masyarakat dapat menangani sendiri rencana aksi pengurangan risiko bencana, termasuk mengenali kapasitas, ancaman, dan kerentanan mereka.

Melalui dialog dalam tiap pertemuan, ditemukan kondisi bahwa masyarakat Uetua tidak memiliki pengalaman hidup bersama sebagai suatu kelompok. Mereka mengenal kata ‘kelompok’ dalam praktek berpindah dari satu hutan ke hutan lainnya, namun semua aktivitas mereka dilakukan secara individu atau setidaknya hanya dengan anggota keluarga masing-masing secara mandiri. Mengetahui kondisi tersebut, tim program memotivasi masyarakat untuk segera membentuk kelompok masyarakat sebagai wadah gerakan bersama untuk mewujudkan pembangunan masyarakat Uetua.

Pembentukan Mosikabelo Pura Uetua. (Foto: Caritas Manado/Caritas Indonesia)

Perbuatan Baik

Mosi Kabelo Pura Uetua itulah nama kelompok masyarakat yang kami bentuk,” kata salah satu warga dengan semangat dan mengepalkan tinjunya. Dalam Bahasa Kaili Rai, itu berarti “bekerja sama untuk kebaikan di Uetua”. Untuk menguatkan kelompok ini, Caritas menghubungkan mereka dengan pemerintah Desa Ape Maliko agar dikenal, diakui secara resmi dan secara administratif tercatat.

Beberapa organisasi kemanusiaan dan pejabat pemerintah kemudian datang mengunjungi dan berjanji untuk mendukung rencana baik yang telah dirancang masyarakat Uetua. Hal ini tak lepas dari proses Participatory Disaster Risk Assessment (PDRA) yang diadakan oleh masyarakat dan koordinasi dengan beberapa organisasi kemanusiaan dan pemerintah.

Caritas terus mendukung setiap itikad baik untuk menjadikan masyarakat lokal lebih baik sambil mengingatkan perlunya partisipasi aktif dalam setiap kegiatan pengurangan risiko bencana yang diadakan oleh organisasi kemanusiaan dan pemerintah.

No Comments

Post A Comment