PENTINGNYA PERLINDUNGAN ANAK DALAM SITUASI DARURAT BENCANA

Anak-anak adalah salah satu kelompok rentan yang harus diperhatikan, terutama dalam situasi darurat kebencanaan. Risiko dan ancaman yang mereka hadapi, lebih besar daripada orang-orang pada umumnya.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada tahun 1989, mengesahkan Konvensi Internasional tentang Hak-hak Anak dan setahun kemudian, Pemerintah Indonesia meratifikasinya melalui Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990. Dalam konvensi ini disebutkan bahwa setiap anak berhak untuk untuk bermain, mendapatkan pendidikan, mendapat perlindungan, mendapatkan nama, mendapat status kewarganegaraan, mendapat makanan, mendapat akses kesehatan, mendapatkan rekreasi, mendapatkan kesetaraan dan mendapat peran dalam pembangunan.

Deivilanty Riandira of Caritas Indonesia (right) and Nur Anti an officer of the Social Affairs of the Central Sulawesi Province. (Photo: RedR/UNICEF)

Belum lama ini, Caritas Indonesia turut serta dalam pelatihan “Perlindungan Anak di Situasi Darurat” yang diselenggarakan oleh Yayasan RedR Indonesia bersama United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF). Dilakukan dalam dua tahap, daring (10 – 12 Januari 2022) dan luring (17 – 19 Januari 2022), pelatihan ini difasilitasi oleh Pitoyo Susanto dari Yayasan Plan Internasional, Hening Budiyawati dari Yayasan Setara, dan Mulyana Brata Manggala, seorang Konsultan Perlindungan Anak. Sebanyak 30 peserta, baik dari lembaga pemerintah dan non-pemerintah, mengikuti secara utuh rangkaian pelatihan ini.

Dalam kompleksitas penanganan situasi darurat bencana, perlindungan pada anak-anak tetap tak boleh diabaikan. Karena itu, pelatihan tersebut diadakan untuk meningkatkan kapasitas, baik yang berasal dari pemerintah maupun lembaga non-pemerintah, dalam merespon kompleksitas situasi dan mengambil tindakan pencegahan akan munculnya risiko-risiko yang mengancam keselamatan anak-anak.

Beberapa catatan yang bisa diambil dari pelatihan ini pertama, perlunya koordinasi yang kuat di antara para aktor (pemerintah dan non-pemerintah) yang merespon kebencanaan, baik pada masa tanggap darurat, transisi, maupun pada tahap pemulihan atau paska bencana. Kedua, perlunya batasan-batasan yang jelas antar pekerja kemanusiaan di lapangan pada kegiatan-kegiatan yang berbasis perlindungan anak. Ketiga, pentingnya memperhatikan kesehatan jiwa, dukungan psikososial, dan penanganan kekerasan pada anak, serta pendampingan pada anak yang terpisah dari keluarganya.

Presentation in one of the training sessions. (Photo: RedR/UNICEF)

Paus Benediktus XVI, pada 19 November 2011, melalui Surat Apostolik Paska Sinode ‘Africae Munus’ artikel 65, menyatakan, “…anak-anak adalah karunia Allah bagi umat manusia, dan mereka harus mendapat perhatian khusus dari keluarga, Gereja, masyarakat dan pemerintah, karena mereka adalah sumber harapan dan kehidupan yang diperbarui. Allah sangat dekat dengan mereka dan hidup mereka sangat berharga di mata-Nya, bahkan dalam situasi dan kondisi yang sulit sekalipun atau tidak memungkinkan.”

No Comments

Post A Comment