
02 Dec SIKLON SEROJA DAN REALITAS KEBENCANAAN INDONESIA
Uskup Agung Emeritus Palembang, Mgr. Aloysius Sudarso SCJ mengingat, sekitar 20 tahun yang lalu pernah ditanya oleh Duta Besar Vatikan yang berasal dari Sri Lanka, “Mengapa tidak ada Caritas di Indonesia?” Di saat yang sama, ia dan perwakilan Gereja Katolik Indonesia menunjukkan apa yang dikerjakan Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Di situ, Duta Besar Vatikan tersebut sontak mengatakan, “Itulah Caritas.”
Kini setelah akhirnya Caritas ada di Indonesia, keduanya, Caritas dan Komisi PSE dapat bersinergi untuk menjadi “tangan” Gereja Katolik di Indonesia dalam karya-karya kemanusiaan. Mgr. Sudarso menyampaikan hal ini dalam Pleno Real Time Evaluation (RTE) Program Rehab-Rekon Bencana Siklon Tropis Seroja, di Denpasar 1 Desember 2021.
Mgr. Sudarso mensyukuri, kebersamaan dalam pelayanan kemanusiaan, sehingga karya belas kasih ini dapat berjalan dengan sinergi yang dan bisa abadi. Ia mengingat, bagaimana Caritas Italiana mengatakan bahwa Caritas juga dapat disatukan dengan PSE. Hal ini yang saat ini telah banyak diadopsi di keuskupan-keuskupan di Indonesia.

RTE Program Rehap-Rekon Respon Bencana Siklon Tropis Seroja di Adonara, Kabupaten Flores Timur. (Foto: Caritas Indonesia)
“Sejak itu bersama terbentuklah tim berdasarkan arahan Caritas Internationalis yang saat itu fokusnya untuk menangani yang belum tertangani oleh komisi-komisi yang sudah ada,” ujar Ketua Badan Pengurus Yayasan Karina ini (Caritas Indonesia).
Pada masa lalu, banyak pihak dalam Gereja Indonesia melihat permasalahan dari berbagai macam perspektif dan dari kacamata masing-masing. Mgr. Sudarso menjelaskan, setiap pihak hendaknya mau melihat dari kacamata yang sama, yaitu Caritas, sesuatu yang tampaknya tidak tertata, jika bisa fokus akan menjadi indah. “Kebersamaan menjadi kekuatan kita dalam pelayanan kemanusiaan yang kita lakukan.”

Mgr. Aloysius Sudarso, SCJ menyampaikan sambutannya. (Foto: Caritas Indonesia)
Kemanusiaan Gereja dan inkarnasi Tuhan dalam wujud manusia dihadirkan dalam karya-karya kemanusiaan Caritas. Tugas Caritas, lanjut Mgr. Sudarso, adalah untuk memanusiakan manusia, sehingga dari karya Caritas, orang dapat melihat Kristus. “Ini menjadi kekuatan kita untuk menjelmakan kembali Kristus dalam wujud manusia dan memanusiakan sesama manusia.
Siklon Seroja Sebuah Pembelajaran
DAMPAK Badai Siklon Seroja yang terjadi 3-12 April 2021 di Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi fokus utama “Pleno Real Time Evaluation (RTE)” Program Rehap-Rekon Bencana Siklon Tropis Seroja, Caritas Indonesia (KARINA) di Denpasar, Bali,1/12/2021.
Seperti diketahui, bencana ini berdampak pada terjadinya banjir bandang disertai tanah longsor di Kabupapten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Kecamatan yang terdampak adalah Adonara Timur, Ile Boleng, Wotan Ulomado, Adonara Barat, dan Adonara. Di Kabupaten Lembata yang mencakup lima kecamatan: Ile Ape Timur, Ile Ape, Lebatukan, Buyasuri, dan Omesuri.
Tercatat korban dari Keuskupan Larantuka sebanyak 72 orang meninggal di Adonara dan 46 orang di Lembata. Warga terdampak di Adonara tercatat 27.038 jiwa (8.905 KK) dan di Lembata ada 21.732 jiwa (6.038 KK). Caritas sejauh ini telah menggulirkan respons Tahap Tanggap Darurat: sejak 5 April–5 Mei 2021. Tahap transisi dilakukan pada periode 6 Mei–5 Juni 2021. Tahap Rehap-Rekon digulirkan sejak 6 Juni 2021 dan rencananya akan berjalan hingga 6 Mei 2022.
Direktur Caritas Indonesia, Romo Fredy Rante Taruk menyampaikan dalam penanganan bencana di Indonesia, Gereja Katolik Indonesia bergerak bersama dan menghadirkan belas kasih Gereja di masyarakat melalui Caritas bersama dengan komisi-komisi KWI dengan pendanaan nasional. Kebersamaan di Denpasar akan menjadi kesempatan untuk mendalami program-program yang berjalan. Kesempatan ini juga dapat menjadi kesempatan untuk belajar bersama. “Komisi-komisi KWI juga bisa bergabung dalam memberikan tanggapan-tanggapan,” ujarnya.

Suasana Pleno RTE Program Rehab-Rekon NTT di Denpasar, Bali. (Foto: Caritas Indonesia)
Romo Fredy menyampaikan, mengapa Gereja harus hadir dalam setiap bencana di Indonesia. Tidak ada daerah di Indonesia yang luput dari bahaya bencana. Setiap daerah memiliki potensi bencana masing-masing. Ia mencontohkan, ancaman banjir selalu saja mengintai, khususnya di Kalimantan yang memiliki risiko besar banjir. Harapan untuk berkolaborasi menjadi harapan bersama.
Sekretaris Komisi PSE KWI, Romo Ewaldus Ewal mengatakan, kegiatan RTE seperti ini dapan menjadi kesempatan untuk terus belajar menterjemahkan totalitas kasih yang diajarkan dalam ensiklik Paus Benediktus XVI, Deus Caritas Est. “Untuk memberikan pelayanan kemanusiaan yang profesional. Dalam perjalanan pelaksanaan program, tentu masih ada kekurangan-kekurangan. Semoga yang sudah kita lakukan semakin bisa ditingkatkan dalam semangat kebersamaan,” ujar Romo Ewal.
“Beberapa perwakilan dari KWI turut serta dalam rangkaian RTE ini. Romo Eagidius Eka Aldilanta, OCarm dari Komisi Keadilan, Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKP) KWI berharap menghadirkan wajah Gereja yang semestinya. “Alangkah baiknya jika menjadikan karya pelayanan kemanusiaan, menjadi karya bersama, menjadikannya tanggung jawab Bersama sebagai Gereja,” katanya.
Usaha Menghadirkan Wajah Gereja
Romo Eka berharap KKP di Regio Nusra terlibat dalam program-program yang dilakukan oleh Caritas. Kolaborasi KKP di Regio Nusra juga untuk mengupayakan penanganan masalah migran, tidak hanya dari perspektif KKP tapi juga dari perspektif komisi-komisi lainnya, misalnya PSE, SGPP, dan juga Caritas.
Sekretaris Sekretariat Gender dan Pemberdayaan Perempuan (SGPP) KWI, Sr. Natalia Sumarni, OP merasa senang bisa terlibat dalam respons siklon Seroja di NTT.

Kunjungan lapangan di Kabupaten Malaka sebagai bagian dari RTE Program Rehab-Rekon Respon Bencana Siklon Tropis Seroja. (Foto: Caritas Indonesia)
Selama ini, SGPP terlibat dalam dukukungan psikosial bagi para penyintas. Ia melaporkan, selama ini ada koordinasi untuk pelatihan awal psikososial, baik dilakukan secara offline dan online. Offline dilaksanakan khusus untuk Larantuka, sedangkan online untuk seluruh keuskupan.
SGPP bekerja sama dengan Himpunan Psikolog Indonesia di Kupang dan Maumere membantu dalam asesmen dan data yang membutuhkan dukungan psikososial di Lembata dan Adonara. Sr. Natalia berhadap ada peningkatan dalam berjaring dan berkolaborasi dengan banyak pihak untuk dukungan psikososial dan penanganan bencana.
Sr. Natalia juga menyampaikan bahwa komisinya diminta oleh Kementerian P3A, SGPP bersama dengan perwakilan dari PSE, Caritas Indonesia, dan WKRI. Sebelum pertemuan di Denpasar, para peserta RTE melakukan kunjungan ke lapangan, yang dibagi dalam tiga wilayah keuskupan, yaitu Keuskupan Larantuka, Keuskupan Atambua, dan Keuskupan Weetebula.
No Comments