MENGGALI DAN MENGEMBANGKAN ASET DI WILAYAH PERBATASAN

 

 

Asuansang dan Air Bening adalah nama dua dusun dengan kode pos yang sama, 79467,  terletak di Desa Sungai Bening, Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Perjalanan menuju 2 dusun yang terletak di dekat perbatasan dengan Sarawak, Malaysia tersebut, memakan waktu 4 sampai 5 jam perjalanan darat dengan kendaraan roda empat dari Wisma Emaus, Nyarungkop, Singkawang, Kalimantan Barat.

Di wisma tersebut, pada 18 sampai 21 Oktober 2021 diadakan pelatihan bagi 18 fasilitator dari keuskupan-keuskupan yang tergabung dalam Proram Umbrella (Keuskupan Agung Pontianak, Keuskupan Ketapang, Keuskupan Sintang) ditambah Keuskupan Atambua.

 

Suasana pembekalan para fasilitator di Wisma Emaus, Singkawang, Kalimantan Barat. (Foto: Caritas Indonesia)

 

Kedua dusun tersebut cukup unik, karena berada di wilayah perbatasan Indonesia dan Malaysia, jauh dari hiruk pikuk kegiatan ekonomi di pusat Provinsi Kalimantan Barat. Namun, justru di lokasi seperti itu tersimpan aset yang potensial untuk dikembangkan. Dengan jenis tanaman yang variatif seperti padi, jagung, ketimun, sahang (lada) dan sawit, komunitas lokal memiliki banyak peluang mengembangkan aset manusia dan alam sekitarnya.

Itulah yang dilakukan oleh para fasilitator yang telah menerima pelatihan pengembangan kapasitas dengan Metode ABCD (Asset Based Commuity Development) sebelumnya di Wisma Emaus. Kehadiran mereka di Dusun Asuansang dan Dusun Sungai Bening, dimana mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai petani, adalah untuk mempraktekkan Metode ABCD, yaitu menggali dan mengembangkan aset sosial-budaya lokal, baik manusia dan alam, untuk kelanjutan komunitas lokal itu sendiri.

Munculnya kesadaran pada perlunya penguatan kapasitas lokal untuk peningkatan dan keberlanjutan sumber daya alam turut menjadi perhatian para fasilitator tersebut. Dengan merawat alam, secara tak langsung mereka juga diajak untuk memberi perhatian pada penataan aset-aset ekonomi lokal. Teresa Rante Mecer, seorang staf PSE-Caritas Keuskupan Agung Pontianak, mengatakan, “Pelatihan ABCD yang dilaksanakan secara offline dan praktek langsung ke lapangan ini lebih efektif dan mudah dimengerti.”

 

Aparatur Desa Sungai Bening turut mendukung kegiatan kajian ini. (Foto: Caritas Indonesia)

 

Lebih luas lagi, kegiatan pengembangan kapasitas di dua dusun ini juga dapat dilihat dalam bingkai Kerangka Kerja Strategis Caritas Internationalis 2019 – 2023, terutama pada orientasi strategis ke-3, yakni ‘Mempromosikan Pengembangan Manusia yang Berkelanjutan dan Kepedulian pada Alam’. Papin, seorang staf Caritas Keuskupan Ketapang yang menyatakan, “Setelah mengikuti pelatihan ini kami jadi lebih bisa melihat bahwa lingkungan sekitar kami ternyata memiliki banyak hal yang bisa dikembangkan untuk kesejahteraan masyarakat.”

Rangkaian kegiatan training of trainer (ToT) Metode ABCD tersebut difasilitasi oleh Ramiasi Novita dan Fransiska Simbolon dari Caritas Indonesia dengan dukungan Caritas Australia. Sementara mereka yang mengikuti kajian di kedua dusun tadi, selain dua staf Caritas Indonesia, 18 fasilitator dari keuskupan-keuskupan di atas juga para tetua adat, tokoh agama, kepala dusun, dan anggota tim Pengurangan Risiko Bencana (PRB) serta Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sungai Bening.

No Comments

Post A Comment