
13 Mar [COVID-19] Sebuah Refleksi Iman
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan COVID-19 sebagai ‘pandemik’ pada 11 Maret 2020. Penetapan WHO dengan terminologi ‘pandemik’[1], seolah membuat situasi makin memburuk dari sebelumnya.[2] Dari data yang dirilis tersebut, terlihat jelas sebaran lokasi yang terdampak oleh COVID-19, jumlah kasus yang ditemukan dan angka kematian.
Sebaran lokasi terdampak menunjukkan bahwa virus Corona ini serius, mematikan dan belum ada penangkal medis yang efektif. Namun demikian, Direktur Jenderal WHO menyatakan bahwa pandemik ini tetap dapat dikontrol dan intervensi pemerintah tiap negara sangat diperlukan untuk mengurangi semakin banyaknya korban jatuh.[3]

Sebaran lokasi kasus COVID-19 (Photo: WHO Health Emergencies Programme)
Lalu bagaimana COVID-19 ini dilihat dengan kaca mata iman Kristiani? Apakah pandemik ini perkara medis belaka atau juga spiritual? Bagaimana melihat situasi kewaspadaan ini dalam kaca mata iman di masa Prapaskah?
Pastor Joseph Fox, OP[4], menyatakan bahwa tidak ada salahnya melihat krisis kesehatan COVID-19 ini dengan kaca mata iman, yakni suatu sapaan Tuhan untuk memperbarui hubungan kita denganNya, berbagi kecemasan-kecemasan kita kepadaNya dan memohon campur tanganNya dalam perkara kesehatan ini.

Beberapa orang sedang berdoa di depan Sakramen Mahakudus di Ruang Adorasi, Gereja Katolik St. Yohanes Bosco, Sunter, Jakarta (Photo: Caritas Indonesia)
Dan khusus di masa Prapaskah ini, Gereja kembali memusatkan perhatian dan memperdalam iman kita sambil sambil memperbarui keyakinan akan kasih penebusan Sang Juruselamat. Kasih yang tidak terkalahkan oleh dosa atau oleh ketakutan akan kematian. Berdoa secara pribadi di gereja atau di hadapan Sakramen Mahakudus akan memperdalam hubungan spiritual kita denganNya.
Pandemik Coronavirus, adalah tantangan spiritual bagi kita untuk tumbuh dalam kasih akan Allah, kasih kita pada Juruselamat, dan kasih kita pada sesama. Pandemik ini membangkitkan pula pertempuran spiritual secara global melawan rasa takut, rasa puas diri, dan melawan sikap acuh tak acuh.
===============================================================
[1] Secara etimologi, kata ‘pandemik’ berasal dari ‘pandemus’ (Bahasa Latin) dan ditarik lagi ke belakang, berasal dari kata πάνδημος (pandemos – Bahasa Yunani). Keduanya memiliki makna yang sama, yakni berkaitan dengan semua (banyak) orang. Terminologi ‘pandemik’ tidak menjelaskan penyakit itu sendiri melainkan lebih pada pengertian wilayah (geografis) yang terdampak atau ditemukannya kasus penyakit yang serupa.
[2] https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/20200312-sitrep-52-covid-19.pdf?sfvrsn=e2bfc9c0_2
[3] This is a controlable pandemic. Countries that decide to give up on fundamental public health measures may end up with a larger problem, and a heavier burden on the health system that requires more severe measures to control. https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-director-general-s-opening-remarks-at-the-mission-briefing-on-covid-19—12-march-2020
[4] Pastor Joseph Fox, OP, adalah biarawan Dominikan pada Canonical Service, Keuskupan Agung Los Angeles, Amerika.
No Comments